Perayaan Hari Raya Galungan Di Bali |
Hari Raya Galungan
adalah hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu pemujaan terjadinya
kemenangan kebenaran atas ketidak benaran dengan restu Sang Hyang Widhi Wasa.
Galungan diadakan kira 210 hari sekali pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan.
Kata "Galungan"
berasal dari bahasa Jawa Kuno yang mempunyai arti “menang” Galungan mempunyai arti yang sama juga dengan “Dungulan”, yang juga berarti menang.
Oleh karena itu di Jawa, wuku yang ke
11 disebut “Wuku Galungan” dan di
Bali disebut dengan “Wuku Dungulan”.
Kedua nama itu berbeda namun artinya tetap sama.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan
Hari Raya Galungan ini pertama kalinya dirayakan di Indonesia, Galungan
dirayakan untuk pertama kalinya pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan,
pada tahun Saka 804 (882 Masehi).
Bila
bertepatan dengan purnama, Galungan di adakan dengan upacara yang lebih utama dan
lebih meriah. Disamping itu ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari
yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu
yaitu Dewa Kecemerlangan. Ketu
artinya terang (lawan katanya adalah Rau
yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan
purnama disebut “Galungan Nadi”, yang
datangnya sekitar kurun waktu 10 tahun sekali.Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa
Disebutkan pula, bahwa pulau Bali saat merayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka.
Galungan
sempat di hentikan perayaannya pada masa raja Sri Ekajaya (tahun Saka 1103) dan raja Sri Dhanadi. Namun saat Galungan dihentikan perayaannya banyak terjadi
musibah dan malapetaka yang menimpa Bali, saat itu banyak pejabat pejabat wafat
diusia yang relatip masih muda. Saat raja Sri Dhanadi mangkat dan digantikan raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah Galungan dirayakan
kembali setelah beberapa puluh tahun tidak dirayakan.
Cerita ini semua dipaparkan dalam Lontar Sri Jayakasunu yang bercerita tentang
kegundahan raja Sri Jayakasunu yang merasa
heran,karena banyak pejabat pejabat meninggal saat usia muda, oleh sebab itu
kemudian Raja Sri Jayakasunu melakukan semedhi tapa brata dan mendekatkan diri
dengan para Dewata, tapa brata dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura
Besakih. Saat melakukan tapa brata raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan gaib
(pawisik) yang berasal dari dewi Durgha. Dalam bisikan gaib (pawisik) itu Dewi Durgha menjelaskan kepada
raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan
Galungan. Dewi Durgha meminta kepada raja Sri
Jayakasunu untuk kembali mengadakan perayaan Galungan pada setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan
tradisi yang pernah berlaku. Lalu dewi Durgha juga meminta raja Sri Jayakasunu dan rakyatnya untuk
memasang “penjor”
Penjor
sendiri mempunyai makna ungkapan rasa terima kasih atas kemakmuran dan
kesejahteraan yang melimpahkan ruah dari Hyang Widhi wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Penjor adalah Bambu yang menjulang tinggi
dan melekung ini diibaratkan sebagai gambaran gunung agung tempat suci para
dewa bersemayam. Penjor ini dihiasi dan terdiri dari kelapa,pisang, tebu, padi,
dan kain.ini semua adalah perwakilan dari seluruh tumbuhan sandang dan pangan
Satu hari
sebelum Galungan yaitu pada hari selasa,
diadakan juga Upacara pembersihan diri
dan hari ini dinamakan hari Anggara Wage Dungulan atau hari Penampahan
di mana segala nafsu harus dihilangkan dan semua sifat manusia
yang tidak baik di tinggalkan untuk menyambut hari Galungan esok hari dengan
hati yang bersih dan suci lagi.
Pada esok
harinya setelah Galungan pada hari kamis seluruh masyarakat Bali yang beragaman
hindu bersama sama menikmati sisa sajian dan melakukan pensucian dan sembahyang
di rumah masing masing pada saat fajar menyingsing dengan air wangi (kumkuman) dan air suci (tirtha).Lalu saling berkunjung dan
mendoakan keselamatan.
Pada hari berikutnya dinamakan hari “Sabtu Pon Dungulan” yang juga disebut
hari Pemaridan Guru. Hari ini
melambangkan kembali nya dewata ke sorga dan meninggalkan anugrah hidup sehat
dan panjang umur (kadirghayusaan).Dihari
ini seluruh umat dianjurkan untuk menghaturkan canang meraka dan matirta
gocara. Upacara ini mengandung makna umat dapat menikmati Waranugraha Dewata.
Dihari selanjutnya yaitu hari “Jumat Wage Kuningan” juga disebut hari Penampahan Kuningan. Dihari ini dianjurkan untuk melakukan kegiatan
rohani yang disebut juga dengan “sapuhakena
malaning jnyana”, yaitu menghilangkan pikiran pikiran yang tidak baik dalam
diri kita.
Pada keesokan harinya, “Sabtu Kliwon” disebut juga hari “Kuningan”. Pada Hari Raya Kuningan memberikan sesajian hendaknya
dilaksanakan pada pagi hari karena saat tengah hari para dewata sudah kembali
ke surga.
Bagi anda yang ingin menyaksikan dan merasakan hari Raya galungan ini sebaiknya datang ke
Bali, karena anda akan lebih erti dan memahami bahwa ada sesuatu yang lain,
unik dan menarik dalam upacara perayaaan
galungan tersebut yang tidak akan
ditemukan dibelahan dunia dimana pun,
apa lagi di tambah adat istiadat yang masih terpilihara sampai saat ini,
belum lagi dengan suasana alam Bali yang begitu indahnya membuat anda tidak akan pernah lupa sepanjang masa, lalu pasti anda akan berkata bahwa Bali adalah
surganya para Dewata.
Saat ini Galungan
diperingati dengan meriah oleh seluruh umat Hindu di Bali dengan mengadakan Upacara
dan bazar yang merata tersebar di seluruh kabupaten dan kota Bali.
Bali Wisata Dewata panduan wisata di pulau
dewata Bali.
No comments:
Post a Comment